PEMIKIRAN AUGUSTE
COMTE
3 TAHAP PERADABAN
MANUSIA
Sebagai teori tentang perkembangan sejarah manusia, Comte membuat
tesis sendiri mengenai tahap-tahap perkembangan akal budi manusia, yang secara
linear bergerak dalam urutan-urutan yang tidak terputus. Perkembangan itu
bermula dari tahap mistis atau teologis ke tahap metafisis, dan berakhir pada
tahapan yang paling tinggi , yakni tahap positif.
1. Tahap
Teologis
Tahap ini merupakan tahap paling awal dari
perkembangan akal manusia. Pada tahap ini manusia berusaha menerangkan segenap
fakta/kejadian dalam kaitannya dengan teka-teki alam yang dianggapnya berupa
misteri. Akal manusia ditahap ini menghayati dirinya sebagai bagian dari
keseluruhan alam yang selalu diliputi oleh rahasia yang tak terpecahkan oleh
pikirannyayang sederhana. Tahap perkembangan ini bisa kita jumpai pada
manusia-manusia purba.
Dalam tahap teologis ini terdapat beberapa
bentuk atau cara berfikir, yaitu:
a. Fetiyisme
b. animisme
c. politeisme
d. monoteisme
Cara berfikir ini membawa pengaruh yang besar
pada kehidupan sosial, budaya dan pemerintahan. Monoteisme memungkinkan
berkembangnya dogma-dogma agama yang kemudian dijadikan pedoman hidup
masyarakat, disamping sebagai landasan institusional serta kenegaraan suatu
bangsa dan sebagai alat jastifikasi para raja (atau kepala negara) yang
berkuasa. Peran rohaniawan, termasuk para dukun sangan menentukan dan mereka
diyakini mampu memperantarai manusia dengan Tuhan. Raja sebagai pejabat
tertinggi negara mempunya legitimasi teologis: baik sebagai wakil Tuhan di bumi
maupun sebagai titisan dewata yang suci.
2. Tahap
Metafisis
Pada tahap ini manusia mulai mengadapak
perombakan atas cara berpikir lama yang dianggapnya tidak sanggup lagi memenuhi
keinginan manusia untuk menemukan jawaban yang memuaskan tentang kejadian alam
semesta. Pada tahap ini semua gejala dan kejadian tidak lagi diterangkan dalam
hubungannya dengan kekuatan yang bersifat supranatural atau rohani. Manusia
kini mulai mencari pengertian dan penerangan yang logis dengan cara membuat
abstraksi-abstraksi dan konsepsi-konsepsi metafisik. Manusia pada tahap ini
berusaha keras untuk mencari hakikat atau esensi dari segala sesuatu. Mereka
tidak puas dengan hanya dengan mencari pengertian-pengertian umum tanpa
dilandasi oleh pemikiran-pemikiran dan atgumentasi-argumentasi logis. Untuk
tujuan itu, dogma agama mulai ditinggalkan dan kemampuan akal budi mulai
dikembangkan. Manusia mulai mengerti bahsa irrasionalitas harus disingkirkan,
sedangkan analisis berfikir perlu dikembangbiakkan.
3. Tahap Positifistik
Cara berfiir baru dan final yakni cara berfikir
positif. Karena tahap metafisis pada dasarnya merupakan tahap peralihan saja
dari cara berfikir lama (teologis). Untuk menerangkan proses perkembangan akal
budi manusia secara individual, comte menulis: “Sebagai anak kita menjadi seorang teolog, sebagai remaja kita menjadi
ahli metafisika, dan sebagai orang dewasa kita menjadi ahli ilmu alam”.
Seperti halnya proses alam yang lazim terjadi, sebelum sampai pada masa dewasa,
dari masa anak-anak, manusia harus mengalami masa transisi pada masa remaja.
Pada tahap positif, gejala dan kejadian alam
tidak lagi dijelaskan secar a priori, melainkan berdasarkan pada observasi, eksperimen dan komparasi
yang ketat dan teliti. Akal mencoba mengobservasi gejala dan kejadian secara
empiris dan hati-hati untuk menemukan hokum-hukum yang mengatur (yang menjadi
sebab musabab timbulnya) gejala dan kejadian itu. Hukum-hukum yang ditemukan
secara demikian bersifat:
a. Nyata dan jelas karena
sumbernya diperoleh secara langsung dari gejala-gejala dan kejadian-kejadian
positif yang dapat dialami oleh setiap orang.
b. Pasti dan dapat dipertanggungjawabkan karena
semua orang dapat membuktikannya dengan perangkat metodis yang sama seperti
yang dipakai untuk menemukan hokum tersebut.
c. Praktis dan Bermanfaat karena jika kita mengetahui dan menguasai hokum-hukum tersebut,
maka kita dapat mengontrol dan memanipulasi gejala-gejala dan kejadian-kejadian
tertentu sebagai sarana untuk mewujudkan kehidupan di masa depan yang lebih
baik.
Dengan kata lain, tanpa perlu bantuan dari agama
dan metafisika, ilmu pengetahuan dengan sendirinya membawa moralitas dan
humanismenya sendiri. selain itu, ilmu pengetahuan pun memiliki kemampuan unuk
mencegah kita dari keinginan tidak rasional untuk berperang dan melakukan
penindasan terhadap alam dan manusia.
SUMBER:
Abidin, Zainal. 2011. Filsafat
Manusia. Memahami Manusia Melalui Filsafat.Bandung. PT. Remaja Rosdakarya