Rabu, 25 Mei 2016

PEMIKIRAN AUGUSTE COMTE - FILSAFAT MANUSIA

PEMIKIRAN AUGUSTE COMTE
3 TAHAP PERADABAN MANUSIA


Sebagai teori tentang perkembangan sejarah manusia, Comte membuat tesis sendiri mengenai tahap-tahap perkembangan akal budi manusia, yang secara linear bergerak dalam urutan-urutan yang tidak terputus. Perkembangan itu bermula dari tahap mistis atau teologis ke tahap metafisis, dan berakhir pada tahapan yang paling tinggi , yakni tahap positif.

1.    Tahap Teologis
Tahap ini merupakan tahap paling awal dari perkembangan akal manusia. Pada tahap ini manusia berusaha menerangkan segenap fakta/kejadian dalam kaitannya dengan teka-teki alam yang dianggapnya berupa misteri. Akal manusia ditahap ini menghayati dirinya sebagai bagian dari keseluruhan alam yang selalu diliputi oleh rahasia yang tak terpecahkan oleh pikirannyayang sederhana. Tahap perkembangan ini bisa kita jumpai pada manusia-manusia purba.

Dalam tahap teologis ini terdapat beberapa bentuk atau cara berfikir, yaitu:
a.     Fetiyisme
b.     animisme
c.      politeisme
d.     monoteisme

Cara berfikir ini membawa pengaruh yang besar pada kehidupan sosial, budaya dan pemerintahan. Monoteisme memungkinkan berkembangnya dogma-dogma agama yang kemudian dijadikan pedoman hidup masyarakat, disamping sebagai landasan institusional serta kenegaraan suatu bangsa dan sebagai alat jastifikasi para raja (atau kepala negara) yang berkuasa.  Peran rohaniawan, termasuk para dukun sangan menentukan dan mereka diyakini mampu memperantarai manusia dengan Tuhan. Raja sebagai pejabat tertinggi negara mempunya legitimasi teologis: baik sebagai wakil Tuhan di bumi maupun sebagai titisan dewata yang suci.

2.    Tahap Metafisis
Pada tahap ini manusia mulai mengadapak perombakan atas cara berpikir lama yang dianggapnya tidak sanggup lagi memenuhi keinginan manusia untuk menemukan jawaban yang memuaskan tentang kejadian alam semesta. Pada tahap ini semua gejala dan kejadian tidak lagi diterangkan dalam hubungannya dengan kekuatan yang bersifat supranatural atau rohani. Manusia kini mulai mencari pengertian dan penerangan yang logis dengan cara membuat abstraksi-abstraksi dan konsepsi-konsepsi metafisik. Manusia pada tahap ini berusaha keras untuk mencari hakikat atau esensi dari segala sesuatu. Mereka tidak puas dengan hanya dengan mencari pengertian-pengertian umum tanpa dilandasi oleh pemikiran-pemikiran dan atgumentasi-argumentasi logis. Untuk tujuan itu, dogma agama mulai ditinggalkan dan kemampuan akal budi mulai dikembangkan. Manusia mulai mengerti bahsa irrasionalitas harus disingkirkan, sedangkan analisis berfikir perlu dikembangbiakkan.

3.    Tahap Positifistik
Cara berfiir baru dan final yakni cara berfikir positif. Karena tahap metafisis pada dasarnya merupakan tahap peralihan saja dari cara berfikir lama (teologis). Untuk menerangkan proses perkembangan akal budi manusia secara individual, comte menulis: “Sebagai anak kita menjadi seorang teolog, sebagai remaja kita menjadi ahli metafisika, dan sebagai orang dewasa kita menjadi ahli ilmu alam”. Seperti halnya proses alam yang lazim terjadi, sebelum sampai pada masa dewasa, dari masa anak-anak, manusia harus mengalami masa transisi pada masa remaja.

Pada tahap positif, gejala dan kejadian alam tidak lagi dijelaskan secar a priori, melainkan berdasarkan pada observasi, eksperimen dan komparasi yang ketat dan teliti. Akal mencoba mengobservasi gejala dan kejadian secara empiris dan hati-hati untuk menemukan hokum-hukum yang mengatur (yang menjadi sebab musabab timbulnya) gejala dan kejadian itu. Hukum-hukum yang ditemukan secara demikian bersifat:
a.     Nyata dan jelas karena sumbernya diperoleh secara langsung dari gejala-gejala dan kejadian-kejadian positif yang dapat dialami oleh setiap orang.
b.     Pasti dan dapat dipertanggungjawabkan karena semua orang dapat membuktikannya dengan perangkat metodis yang sama seperti yang dipakai untuk menemukan hokum tersebut.
c.      Praktis dan Bermanfaat karena jika kita mengetahui dan menguasai hokum-hukum tersebut, maka kita dapat mengontrol dan memanipulasi gejala-gejala dan kejadian-kejadian tertentu sebagai sarana untuk mewujudkan kehidupan di masa depan yang lebih baik.

Dengan kata lain, tanpa perlu bantuan dari agama dan metafisika, ilmu pengetahuan dengan sendirinya membawa moralitas dan humanismenya sendiri. selain itu, ilmu pengetahuan pun memiliki kemampuan unuk mencegah kita dari keinginan tidak rasional untuk berperang dan melakukan penindasan terhadap alam dan manusia.



SUMBER:
Abidin, Zainal. 2011. Filsafat Manusia. Memahami Manusia Melalui Filsafat.Bandung. PT. Remaja Rosdakarya


Selasa, 10 Mei 2016

KEHENDAK UNTUK BERKUASA DAN MANUSIA UNGGUL - FRIEDERICH NIETZCHE

KEHENDAK UNTUK BERKUASA DAN MANUSIA UNGGUL
Filsafat Friederich Nietzche


Frederich Nietzche atau yang biasanya disebut Nietzche. Ia dilahirkan oleh keluarga yang taat akan agama. Ayah Nietzche adalah seorang pendeta terkemuka dan ibunya adalah penganut Kristen yang taat. Kematian ayahnya yang relatif muda, membuat pola asuh ibunya lebih dominan. Nietzche dididik dala atmosfer yang penuh kehalusan dan kelembutan seorang wanita. Nietzhe sangat suka menyendiridan membaca alkitab. Dalam Nietzche, ia memiliki semangat, kehormatan, dan kebanggaan. Seluruh hidupnya dihabiskan untuk mencari “perlengkapan” fisikal dan intelektual, agar maskulinitas yang diidealkannya semakin kokoh dan kuat.

Nietzche mengembangkan filsafat etika berdasarkan teori evolusi. Baginya hidup adalah perjuangan untuk bereksistensi, dimana organisme yang paling pantas untuk hiduplah yang berhak untuk terus melangsungkan hidupnya. Maka kekuatan adalah kebajikan yang utama dan kelemahan adalah keburukan yang memalukan. Hidup adalah medan laga tempat seluruh makhluk hidup bertarung agar terus bisa melangsungkan hidupnya. Dalam kehidupan, kita tidak membutuhkan kebaikan melainkan kekuatan, kebanggaan diri dan kecerdasan yang amat sangat tajam.

Pada usia kedelapan belas ia kehilangan kepercayaan pada Tuhan, dan menghabiskan sisa hidupnya untuk mencari tuhan yang baru. Ia menemukan Tuhan yang baru dalam Manusia Unggul.


KEHENDAK UNTUK BERKUASA DAN MANUSIA UNGGUL

1.     Moralitas
Dalam kesepiannya yang mencekam Nietzche menulis beberapa naskah yang kemudian dikumpulkan dalam dua buah judul: Beyond Good and Evil (1886) dan The Genealogy of Moral (1887). Dalam kedua buku tersebut ia bermaksud untuk menghancurkan moralitas lama dan mempersiapkan jalan untuk moralitas Manusia Unggul.

Di balik semua “moralitas” tersebut adalah kehendak rahasia untuk berkuasa. Rasio dan moralitas tidak bernaya melawan nafsu untuk berkuasa. Rasio dan moralitas hanyalah senjata yang digenggam nafsu dan menjadi barang mainannya. Rasio dan moralitas adalah keinginan yang tersembunyi  yang merupakan hentakan-hentakan dari kehendak untuk berkuasa yang menentukan pikiran kita.

Etika yang sejati bersifat biologis. Kita harus menilai segala sesuatu berdasarkan pada maknanya untuk hidup.  Kita membutuhkan sesuatu lintas penilaian yang bersifat fisiologis terhadap semua nilai yang ada. Ujian nyata bagi setiap manusia adalah energi, kemampuan, dan kekuasaan.

2.     Manusia Unggul
Sebagaimana moralitas tidak terletak pada kebaikan, demikian juga tujuan dari kerja keras manusia bukanlah demi peningkatan kualitas hidup umat manusia, melainkan demi perkembangan individu-individu unggul yang lebih baik dan lebih kuat.

Manusia Unggul dapat hidup dan bertahan hanya melalui seleksi manusia, melalui perbaikan kecerdasan, dan pendidikan yang meningkatkan derajat serta keangungan individu. Manusia Unggul tidak dilahirkan oleh alam.

Calon Manusia Unggul yang baru lahir membutuhkan peningkatan kecerdasan. Diperlukan pendidikan yang keras, di mana kesempurnaan merupakan materi utamanya, dan “tubuh dilatih untuk menderita dalam keheningan yang diam, sedangkan kehendak dilatih untuk memerintah dan mematuhi perintah”

Energi, intelek dan kehormatan atau kebanggaan diri membuat manusia unggul. Namun semuanya harus selaras: gairah akan menjadi kekuatan, hanya jika mereka dipilih dan dipadukan oleh suatu tujuan yang besar, yang mampu membantuk berbagai keinginan yang masih kabur ke dalam kekuatan satu kepribadian. “kesengsaraan bagi para pemikir ibarat tanah subur bagi tanaman”.

Hal yang paling baik adalah mendisiplinkan diri, berbuat keras terhadap diri sendiri.”Manusia yang tidak ingin menjadi komponen massa, berhentilah memanjakan diri sendiri”. Kita harus keras dengan orang lain, tetapi terutama pada diri kita sendiri; kita harus mempunya tujuan dalam menghendaki apa saja, kecuali berkhianat pada teman sendiri. itulah tanda kemuliaan, rumus akhir Manusia Unggul.

3.     Dekadensi
Dekadensi adalah kemerosotan atau kemunduran akhlak. Demokrasi harus dilenyapkan sebelum terlambat. Langkah pertama adalah menghancurkan kristianisasi karena kemenangan Kristus adalah permulaan Demokrasi: “Tujuan Kristus adalah berontak terhadap orang-orang yang memperoleh hak istimewa; ia hidup dan berjuang untuk kesamaan hak”.

Setelah Eropa ditaklukan oleh Kristianisasi, berakhir sudah aristokrasi kuno dan dibanjirilah Eropa oleh para bangsawan perang Jerman yang membawa pembaharuan tentang kebajikan maskulin, serta menanamkan akar-akar aristokrasi modern. Mereka tidak dibebani oleh moral dan bebas dari pembatas-pembatasan sosial. Mereka lah yang merupakan sumber lahirnya para penguasa yang hebat untuk Jerman, Rusia, Perancis, Inggris, Skandinavia, dan Italia.

Akan tetapi “wadah” yang yang menyediakan dan menyimpan para pemimpin besar tersebut telah dirusak, pertama oleh sanjungan Katolik pada kebajikan perempuan, kedua oleh cita-cita Puritan dan Reformasi, dan ketiga oleh perkawinan campuran dengan manusia-manusia lemah dan imperior. Reformasi menghancurkannya kristenisasi dengan menghidupkan kekakuan dan kehitmatan Yahudi.

Maka, dekadensi terjadi di mana-mana. Protestanisme dan bir telah membuat tumpul kecerdikan bangsa Jerman. Di Perancis misalnya, tampak setelah terjadinya Revolusi. “ Kemuliaan cita rasa, perasaan, dan tata cara bangsa Eropa merupakan hasil karya bangsa Perancis. Tetapi itu semua berasal dari Perancis yang lama (abad ke-16 dan 17). Revolusi, dengan jalan memporak-porandakan aristokrasi, berarti menghancurkan wadah dan benih kebudayaan. Sekarang roh Perancis jadi redup dan pucat-pasi dibadingkan sendan sebelum-sebelumnya”.

4.     Aristokrasi
Jalan menuju Manusia Unggul tidak bisa lain adalah melalui aristokrasi. Aristokrasi adalah bentuk pemerintahan yang berada di kelompok kecil atau yang berkuasan. Demokrasi adalah penyimpangan. Demokrasi merupakan izin yang diberikan pada setiap bagian dari organisme untuk melakukan apa saja yang disukainya. Demokrasi berarti pemujaan pada “orang kebanyakan” dan kebencia pada “orang-orang unggul”. Demokrasi juga berarti ketidakmungkinan lahirnya Manusia Unggul dan bangsa-bangsa besar.

Feminisme adalah akibat langsung dari demokrasi dan kristianisasi. Emansipasi atau kesamaan hak antara perempuan dan laki-laki adalah tidak mungkin karena perang antara perempuan dan laki-laki tidak akan pernah ada akhirnya. Perdamaian bisa tercipta hanya kalau yang satu atau yang lain menjadi penguasa. Bersama feminisme datanglah sosialisme dan anarkisme, yang tidak lain adalah sampah demokrasi.

Persoalan politik yang sebenarnya adalah bagaimana menghindari penguasa menjadi pemimpin, menjadi orang yang mengatur. Pengusaha mempunya pandangan yang pendek dan pikiran yang sempit. Mereka tidak seperti para aristokrat yang dilatih untuk menjadi negarawan, yang berwawasan luas dan pemikiran yang dalam. Jadi merekalah para pengusaha yang sebutlnya mempunyai hak untuk mengatur, untuk menjadi penguasa.


SUMBER :

Abidin, Zainal. 2011. Filsafat Manusia. Memahami Manusia Melalui Filsafat.Bandung. PT. Remaja Rosdakarya

http://www.kompasiana.com/igaayu/konsep-manusia-pemikiran-nietzsche_552e59cf6ea83440508b457a