FILSAFAT MANUSIA - JEAN PAUL SARTRE
Kebebasan dengan Filsafat Eksistensial
Jean Paul Sartre
atau yang biasa dikenal dengan nama Sartre merumuskan seluruh usaha filsafatnya
dalam satu kalimat pendek: “ merekonsiliasikan subjek dan objek”. Usaha ini
brangkali didorong oleh pengalaman fundamental Sartre tentang kebebasan (diri
sebagai subjek) dan tengan benda (sebagai objek). Hal ini menurut Sartre
merupakan simbol kondisi manusia yang mengalami dirinya sebagai makhluk bebas,
tetapi selalu dihadapkan pada kuasa atau daya tarik benda. Berkaitan dengan
pengalaman tentang kebebasan adalah pengalaman tentang kesadaran sendiri. bagi
Sartre kebebasan ternyata penuh dengan paradoks dan sekaligus menyesakkan.
Kebebasan dibebankan kepada kita oleh situasi yang tidak kita pilih dan tanpa
alternatif lain kita harus menerimanya begitu saja.selain itu, kebebasan
bukanlah sesuatu yang mapan dan padat, yang bisa kita andalkan sebagai sandaran
yang kokoh untuk hidup kita. Sebaliknya, kebebasan amatlah rapuh san selamanya
berada dalam posisi yang rentan dan terancam. Ancaman dari benda. Karena benda
memiliki daya tarik dan daya pikat yang luar biasa, yang mampu menjerat dan
menghancurkan kebebasan.
Filsafat Sartre
mengenai eksistensial menjadi sangat terkenal terutama setelah ceramahnya
mengenai eksistensial. Ceramah itu selain untuk alat penangkalan kaum komunis
dan gereja Katolik, ceramah itu sekaligus merupakan upaya rekonsiliasi baru
antara kebebasam dan ada lewat suatu humanisme. Sartre mengubah interpretasinya
tentang manusia (kesadaran). Manusia tidak dipandan sebagai gairah yang
sia-sia, melainkan dipandangnya sebagai anugrah. Ia juga merubah pandangan
tentang hidup bersama atau relasi antarmanusia, tidak lagi diinterpretasikan
sebagai konflik, tepai menjadi kebersamaan. Dalam memilih dan memperjuangkan
kebebasannya, manusia tidak harus melakukannya untuk kebaikan diri sendiri,
melainkan untuk kebaikan segenap umat manusia. Masa ini adalah masa ketika
Sartre terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan politik internasional dan ketika eksistensialisme
dipandang sebagai filsafat yang mempunya komitmen politik. Dalam periode ini
“pembebasan” eksistensi manusia bukan lagi dengan cara berlindung di bawah
naungan keindahan dan penciptaan artistik, melainkan dalam bentuk penjuangan
sosial dan komitmen yang tinggi pada revolusi sosial kaum proletar.
Kebebasan
merupakan esensi kesadaran yang termasuk dalam aspek negatif. Karena terkadang
Sartre menggunakan istilah kebebasan yang seakan-akan sinonim dengan kesadaran,
jadi timbul kesan bahwa kesadaran identik dengan kebebasan. Pendirian Sartre
tentang kebebasan sangatlah ekstrim. Dalam kajian fenomenologisnya tentang
imajinasi, ia coba membuktikan bahwa kesadaran imajinatif mengandaikan
kapasitas manusia untuk menjauh dari kausalitas dunia, sedemikian rupa sehingga
kesadaran terbebas dari relasi-relasi kausal yang mengungkungnya. Lepas dari
betapa ekstrimnya pandangan Sartre mengenai kebebasan, kita bisa melihat adanya
unsur positif dari pandangannya itu. Unsure positif itu berkaitan dengan
pilihan dan penentuan bentuk dan makna eksistensi kita sendiri. Eksistensi
kita, keberadaan kita yang sejati, tidak lain adalah produk dari perbuatan-perbuatan
bebas kita sendiri. kendati kebebasan pada prinsipnya dan pada awal mulanya
dibebankan kepada manusia dalam suatu situasi yang sudah tertentu dan yang
bukan merupakan pilihannya, tapi manusia bebas sebebas-bebasnya untuk mengubah
makna situasinya itu, yakni dengan perbuatan dan usaha yang dipilih dan
ditentukan oleh dirinya sendiri. situasi yang dibebankan kepada manusia (
misalnya: cacat tubuh atau trauma), justru merupakan prasyarat bagi kebebasan. Kebebasan
tidak mungkin terwujud tanpa situasi-situasi yang sudah tersedia, tanpa
situasi-situasi yang tidak dipilih sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar