Minggu, 05 Juni 2016

FILSAFAT MANUSIA - JEAN PAUL SARTRE

FILSAFAT MANUSIA - JEAN PAUL SARTRE
Kebebasan dengan Filsafat Eksistensial



Jean Paul Sartre atau yang biasa dikenal dengan nama Sartre merumuskan seluruh usaha filsafatnya dalam satu kalimat pendek: “ merekonsiliasikan subjek dan objek”. Usaha ini brangkali didorong oleh pengalaman fundamental Sartre tentang kebebasan (diri sebagai subjek) dan tengan benda (sebagai objek). Hal ini menurut Sartre merupakan simbol kondisi manusia yang mengalami dirinya sebagai makhluk bebas, tetapi selalu dihadapkan pada kuasa atau daya tarik benda. Berkaitan dengan pengalaman tentang kebebasan adalah pengalaman tentang kesadaran sendiri. bagi Sartre kebebasan ternyata penuh dengan paradoks dan sekaligus menyesakkan. Kebebasan dibebankan kepada kita oleh situasi yang tidak kita pilih dan tanpa alternatif lain kita harus menerimanya begitu saja.selain itu, kebebasan bukanlah sesuatu yang mapan dan padat, yang bisa kita andalkan sebagai sandaran yang kokoh untuk hidup kita. Sebaliknya, kebebasan amatlah rapuh san selamanya berada dalam posisi yang rentan dan terancam. Ancaman dari benda. Karena benda memiliki daya tarik dan daya pikat yang luar biasa, yang mampu menjerat dan menghancurkan kebebasan.

Filsafat Sartre mengenai eksistensial menjadi sangat terkenal terutama setelah ceramahnya mengenai eksistensial. Ceramah itu selain untuk alat penangkalan kaum komunis dan gereja Katolik, ceramah itu sekaligus merupakan upaya rekonsiliasi baru antara kebebasam dan ada lewat suatu humanisme. Sartre mengubah interpretasinya tentang manusia (kesadaran). Manusia tidak dipandan sebagai gairah yang sia-sia, melainkan dipandangnya sebagai anugrah. Ia juga merubah pandangan tentang hidup bersama atau relasi antarmanusia, tidak lagi diinterpretasikan sebagai konflik, tepai menjadi kebersamaan. Dalam memilih dan memperjuangkan kebebasannya, manusia tidak harus melakukannya untuk kebaikan diri sendiri, melainkan untuk kebaikan segenap umat manusia. Masa ini adalah masa ketika Sartre terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan politik internasional dan ketika eksistensialisme dipandang sebagai filsafat yang mempunya komitmen politik. Dalam periode ini “pembebasan” eksistensi manusia bukan lagi dengan cara berlindung di bawah naungan keindahan dan penciptaan artistik, melainkan dalam bentuk penjuangan sosial dan komitmen yang tinggi pada revolusi sosial kaum proletar.

Kebebasan merupakan esensi kesadaran yang termasuk dalam aspek negatif. Karena terkadang Sartre menggunakan istilah kebebasan yang seakan-akan sinonim dengan kesadaran, jadi timbul kesan bahwa kesadaran identik dengan kebebasan. Pendirian Sartre tentang kebebasan sangatlah ekstrim. Dalam kajian fenomenologisnya tentang imajinasi, ia coba membuktikan bahwa kesadaran imajinatif mengandaikan kapasitas manusia untuk menjauh dari kausalitas dunia, sedemikian rupa sehingga kesadaran terbebas dari relasi-relasi kausal yang mengungkungnya. Lepas dari betapa ekstrimnya pandangan Sartre mengenai kebebasan, kita bisa melihat adanya unsur positif dari pandangannya itu. Unsure positif itu berkaitan dengan pilihan dan penentuan bentuk dan makna eksistensi kita sendiri. Eksistensi kita, keberadaan kita yang sejati, tidak lain adalah produk dari perbuatan-perbuatan bebas kita sendiri. kendati kebebasan pada prinsipnya dan pada awal mulanya dibebankan kepada manusia dalam suatu situasi yang sudah tertentu dan yang bukan merupakan pilihannya, tapi manusia bebas sebebas-bebasnya untuk mengubah makna situasinya itu, yakni dengan perbuatan dan usaha yang dipilih dan ditentukan oleh dirinya sendiri. situasi yang dibebankan kepada manusia ( misalnya: cacat tubuh atau trauma), justru merupakan prasyarat bagi kebebasan. Kebebasan tidak mungkin terwujud tanpa situasi-situasi yang sudah tersedia, tanpa situasi-situasi yang tidak dipilih sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar